Sekolah Perempuan Untuk Melahirkan Pemimpin Perempuan Akar Rumput

Sekolah Perempuan Untuk Melahirkan Pemimpin Perempuan Akar Rumput

Mengentaskan kemiskinan perempuan masih menjadi sebuah pertanyaan besar dan merupakan sumber kegelisahan bagi kaum feminis hingga saat ini. Didorong oleh  kegelisahannya, kaum feminis mencoba untuk menganalisis lebih jauh feminisasi kemiskinan tersebut sebagai perspektif. Walaupun hasil analisis ini beragam tetapi ada benang merah yang menyatukan mereka, yaitu mereka percaya bahwa kegagalan pembangunan untuk mensejahterakan perempuan bersumber dari ketidakmampuan para pendukung pembangunan untuk mengenali subordinasi perempuan dalam masyarakat patriarkhis sebagai faktor utama. Sehingga perempuan tidak dianggap sebagai target utama pembangunan karena mereka dilibatkan dalam posisi sebagai istri, ibu dan agen reproduktif, ini berbeda dengan laki-laki.

Upaya untuk membawa analisis-analisis feminis ke dalam perbincangan pembangunan sudah dilakukan sejak tahun 1970an. Misalnya saja Ester Boserup dalam bukunya yang berjudul Women’s Role in Economic Development (1970) menantang asumsi bahwa perempuan hanya kontributor kedua dalam keluarga dan sangat bergantung pada suaminya. Melalui karyanya, Boserup memberikan fakta betapa pentingnya peran perempuan Dunia Ketiga dalam produksi pertanian, khususnya di Afrika di mana dia melakukan penelitian. Asumsi bahwa perempuan hanyalah agend reproduksi terbantahkan dengan sendirinya.

Menurut Giroux yang mengkategorikan paradigma pendidikan menjadi 3 yaitu konservatif, liberal dan kritis. Pendidikan formal tidak membangun kekritisan tidak berdampak pada perubahan cara pandang perempuan terhadap kondisinya maka tingkat kesadaran mereka masih banyak yang tergolong naif belum menyadari bahwa perempuan juga punya hak yang sama bahkan perempuan masih banyak menganggap perempuan tidak perlu pintar nanti akan tidak disukai oleh laki-laki karena akan cenderung melawan. Kesadaran perempuan yang masih naif inilah yang menyebabkan banyak sekali masalah-masalah perempuan seperti yang telah ditemukan pada ranking masalah, tingkat kekerasan dalam rumah tangga oleh suami yang tinggi, kesehatan reproduksi perempuan yang rendah dan tingkat pendidikan perempuan yang rendah karena masih banyak putus sekolah. Untuk itu pendidikan kritis yang mempertanyakan relasi kuasa terutama hubungan kuasa laki-laki dan perempuan menjadi dasar untuk membongkar kesadaran semu yang dialami oleh para perempuan. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa keberadaan sekolah perempuan dan organisasi perempuan yang menyelenggarakan pendidikan membongkar kesadaran ini selalu mendapatkan tantangan dari status quo yang selama ini mendapatkan manfaat dari kondisi kekuasaan yang ada.

Dari pengertian partisipasi di atas, dapat dijelaskan dari data Audit Gender Berbasis Komunitas ini bahwa ada 3 bentuk partisipasi baik politik, sosial, warga masih rendah pada perempuan terutama perempuan miskin, seperti data yang dihasilkan dari alat pemetaan partisipatif dan diagram venn hanya ada 23 perempuan yang terlibat dalam kegiatan-kegiatan desa dan mereka berasal dari anggota PKK desa, istri pejabat pemerintahan desa dan tokoh-tokoh agama yang secara kelompok sosial merupakan mereka yang masuk pada keluarga kaya. Kondisi ini memperkuat pendapat bahwa perempuan miskin akan mengalami kesulitan dalam terlibat berpartisipasi di dalam proses-proses pengambilan keputusan penting di desa seperti keputusan publik terkait perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes). Perempuan miskin mempunyai beban ekonomi lebih berat dibandingkan dengan perempuan menengah atau kaya, sehingga menuntut mereka untuk memanfaatkan waktu-waktu luangnya untuk mengambil peran produktif untuk menutupi kebutuhan hidup.

Pada tingkat kesadaran yang masih naif baik perempuan kaya maupun miskin dapat dikatakan belum berpartisipasi seperti pengertian partisipasi sesungguhnya. Dalam kaitannya partisipasi politik perempuan menengah/kaya masih diuntungkan mereka terlibat menjadi calon-calon pemimpin daerah/desa karena mereka mempunyai modal untuk mengikuti proses yang memerlukan uang banyak, namun bagi perempuan miskin mereka hanya terlibat sebagai pemilih yang pasif yaitu menjadi korban money politic.

Dari kondisi di atas, maka model Pendidikan Adil Gender (PAG) di sekolah perempuan dikembangkan bagi perempuan miskin yang marginal. Pendidikan perempuan ini dikembangkan menjadi sebuah proses pembelajaran yang memberdayakan, bertujuan mengembangkan inisiatif-inisiatif perempuan untuk mensejahterakan diri, keluarga dan komunitasnya.

Melalui sekolah-sekolah perempuan ini, kesadaran kritis perempuan dibangun secara bertahap mulai dari kelompok paling kecil sampai pada tingkat desa/kelurahan. Model pembelajaran yang mengintegrasikan proses pemikiran kritis, keahlian hidup dan pengorganisasian perempuan di komunitas ini yang diharapkan dapat melahirkan pemimpin-pemimpin perempuan akar rumput. Sehingga melalui pengintegrasian ini otonomi tubuh dan otonomi politik perempuan marginal dapat dimunculkan dan diperkuat, yang pada gilirannya akan membangun daya tawar perempuan di dalam hubungannya dengan suami, keluarga dan komunitas. Dengan kata lain, perempuan tidak hanya terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan di ranah domestik dan publik tetapi juga memiliki kontrol atas tubuhnya sendiri serta atas keluarga dan komunitasnya.(va).

 

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn

Kantor

Perumahan Rezan’na Regency No. 32

Anggaswangi, Kec. Sukodono

Kab.Sidoarjo 61258, Jawa Timur 61258

© 2014 – 2023 Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan

Bank Mandiri

KPS2K

1420005411094