Tim Pemantau Komunitas, sebagai aktor membangun advokasi berbasis data

Tim Pemantau Komunitas, sebagai aktor membangun advokasi berbasis data

Pelaksanaan program Gender Watch pada tahun 2017 memasuki tahap pemantauan Jaminan Kesehatan Nasional atau Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (JKN/KIS PBI) dengan menggunakan metode Audit Gender Berbasis Komunitas/AGBK tahap II. Pemantauan ini dilakukan oleh Komite Pemantau Daerah yang terdiri dari Tim Pemantau Komunitas (TPKom) dan Tim Pemantau Kabupaten (TPKab). Perlu dipahami bahwa komposisi Komite Pemantau ini adalah kolaborasi dari multipihak yang ada ditingkat kabupaten sampai desa. Anggota dari Tim Pemantau Kabupaten adalah unsur pemerintah atau Organisasi Pemerintah Daerah/OPD yang tidak terkait dengan kebijakan JKN KIS PBI, akademisi dan organisasi non pemerintah, sedangkan anggota Tim Pemantau Komunitas adalah mereka yang selama ini menjadi penerima manfaat Kartu JKN KIS PBI.

Dalam laporan 3 bulan periode Oktober-Desember 2017 ini, khusus kami ingin membagikan pembelajaran dan pengetahuan yang telah dilakukan oleh Tim Pemantau Komunitas yang ada di 4 desa Kecamatan Wringinanom Kabupaten Gresik, namun untuk pelaksanaan pemantau KIS PBI tahun 2017 ini hanya dilakukan di satu desa saja yaitu desa Kesamben Kulon yang sebelumnya pada tahun 2015 sudah melakukan tahap Pemetaan Partisipatif dengan metode AGBK tahap I yang menghasilkan data dasar tentang gambaran kemiskinan secara umum dan kondisi kemiskinan yang dialami oleh perempuan. Sedangkan untuk Tim Pemantau Komunitas di 3 desa lainnya mereka melakukan sensus dengan berbasis beberapa dusun yang mereka pilih untuk mengidentifiksi apakah ada masyarkat miskin yang belum mendapatkan KIS PBI.

Dalam advokasi berbasis data yang telah dilakukan sejak program Gender Watch ini diinisiasi, Tim Pemantau Komunitas adalah aktor utama pelaku advokasi, mereka yang berjumlah 25 orang merupakan leader-leader yang dipilih dari proses pengorganisasi komunitas di Sekolah Perempuan 4 desa dan mendapatkan pembekalan kapasitas pemantauan melalui pelatihan Kepemimpinan Perempuan dan Perlindungan Sosial. Hasil dari peningkatan kapasitas mereka dibuktikan dalam keberhasilan Tim Pemantau Komunitas desa Kesamben Kulon melakukan pemantauan JKN KIS PBI baik melalui metode survey maupun pengumpulan data kualitatif melalui Diskusi Terfokus (FGD).

Kami ingin membagi pengetahuan keterlibatan Tim Pemantau Komunitas dalam pemantauan ini menjadi 2 bagian penting, yang pertama merupakan keterlibatan Tim Pemantau Komunitas sebanyak 25 orang dari 4 desa dalam melakukan sensus terkait verifikasi data penerima kartu JKN KIS PBI di 4 desa. 25 orang Tim Pemantau Komunitas dari desa Kesamben Kulon, Mondoluku, Sooko dan Sumbergede setelah mendapatkan penguatan kapasitas terkait pemantauan dengan menggunakan metode sensus (wawancara dari rumah ke rumah) telah sukses mendata penduduk desa Kesamben Kulon 6.425 jiwa (L=3.228, P=3.197), desa Sumbergede 1.383 (L=680, P=703) diambil 2 dusun dari 5 dusun, Desa Sooko 1.706 (L=838, P=868) diambil 2 dusun dari 4 dusun, desa Mondoluku 755 (L=372, P=403) diambil dari 1 dusun dari 2 dusun, dilakukan selama hampir 1 bulan dan mendapatkan data penerima JKN PBI, pemanfaatan kartu JKN PBI dan kelayakan menjadi peserta JKN PBI 4 desa.

Sedangkan Keterlibatan yang kedua adalah khusus Tim Pemantau Komunitas desa Kesamben Kulon yang telah melakukan pengumpulan data melalui metode survey terhadap 200 informan penerima kartu JKN PBI di desa Kesamben Kulon serta mampu menfasilitasi FGD untuk melengkapi data kualitatifnya di 4 Aspek penting yang digali dalam pemantau di desa Kesamben Kulon yaitu sosialisasi, kepesertaan, pelayanan, kesehatan reproduksi. Hasil sementara dari pemantauan JKN PBI dengan menggunakan metode Sensus, Survey, dan FGD menunjukkan dari data KK Peserta JKN KIS PBI Dinas Sosial tahun 2017 kecenderungan adanya peserta JKN KIS PBI yang tidak tepat sasaran, beberapa peserta JKN PBI memiliki kartu JKN PBI double, identitas dikartu yang tidak sesuai KTP/, peserta JKN PBI tidak mendapatkan kesempatan mendapatkan sosialiasi, tidak memahami penggunaaan kartu JKN PBI baik di puskesmas dan rumah sakit, mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan baik di faskes 1 dan faskes 2, Peserta JKN KIS PBI tidak mengetahui bahwa kartu JKN KIS PBI dapat digunakan untuk pemeriksaan kesehatan reproduksi dan kesadaran kesehatan reproduksi sangat rendah, kesadaran baru muncul setelah ada masalah dengan kesehatan reproduksi.

Manfaat Data sementara hasil pemantauan dari tahapan sensus, survey dan FGD yang dilakukan oleh Tim Pemantau Komunitas 4 desa telah dirasakan langsung pada penduduk miskin di 4 desa terutama data terkait penduduk miskin yang belum mendapatkan kartu JKN PBI dapat ditindaklanjuti oleh Dinas Sosial Kabupaten Gresik sebagai prioritas masyarakat yang akan mendapatkan kartu JKN KIS PBI maupun Kartu Gresik Sehat melalui proses bertahap. Sedangkan bagi penerima Kartu JKN KIS PBI yang ditemukan datanya tidak sinkron dengan Kartu identitas Penduduk/Kartu Keluarga dapat diperbaiki dengan cepat ke kantor BPJS Gresik secara kolektif.

Selain itu kapasitas Tim Pemantau Komunitas ini dapat berkontribusi pada peningkatan jumlah relawan yang secara tidak langsung telah membantu sosialisasi tentang informasi JKN PBI pada masyarakat secara luas terutama pada masyarakat miskin, kondisi ini berbanding lurus dengan data temuan pemantauan dimana mayoritas masyarakat khususnya mereka yang kategori miskin belum pernah mendapatkan informasi apalagi diundang dalam kegiatan sosialisasi JKN PBI.

Pembelajaran yang ingin kami bagikan dalam periode 3 bulan ini adalah peran Tim Pemantau Komunitas sebagai aktor kunci dalam pemantauan JKN KIS PBI yang merupakan representatif penerima manfaat JKN KIS PBI mampu mempercepat pemenuhan akses jaminan kesehatan bagi kelompok yang selama ini termarginalkan. Tim Pemantau Komunitas yang hampir 90 persen hanya lulusan SMP dan SD mempunyai kemampuan melakukan pengumpulan data melalui beberapa metode diatas dengan memegang prinsip-prinsip keadilan, kesetaraan, jujur dan anti suap, merupakan hasil dari  proses pengorganisasian dan pendidikan kritis yang dilakukan selama ini di  Sekolah Perempuan dan mampu membuktikan bahwa perempuan miskin yang tidak dianggap (tidak terekognisi) ketika diberikan kesempatan mengembangkan kualitas diri maka mampu berperan dalam pembangunan.

Keberhasilan Tim Pemantau Komunitas dalam melakukan penggalian data ditingkat komunitas mampu meningkatkan kepercayaan diri mereka terutama ketika dipercaya untuk mendampingi pengurusan kartu KIS PBI maupun Kartu Gresik Sehat/KGS, dengan bersentuhan langsung dengan data dan memiliki informasi terkait JKN KIS PBI mempermudah mereka untuk berargumentasi ketika menghadapi instansi terkait baik dilevel desa maupun kabupaten.  Selain itu mereka juga mampu mengedukasi kelompoknya sehingga mereka meningkat pemahamannya terkait JKN KIS PBI dan manfaatnya.

Meskipun belum dilakukan dialog publik untuk hasil temuan di komunitas, namun informasi yang sudah disampaikan oleh KPS2K mampu menarik perhatian pemerintah kabupaten terutama BAPPEDA untuk mulai optimis membangun dan memperkuat mekanisme pendataan mandiri, sehingga informasi ini dapat menjadi bahan diskusi di pemerintah kabupaten dan pihak terkait untuk menyusun mekanisme partisipasi terutama terkait dengan pelaksanaan program Kartu Gresik Sehat. Dengan kata lain bahwa capaian Tim Pemantau Komunitas ini sangat strategis dijadikan bukti sehingga mempercepat proses advokasi pemenuhan JKN KIS PBI dan program Kartu Gresik Sehat bagi masyarakat miskin.

Dibagian ini kami juga menyampaikan tantangan yang masih dihadapi dalam kaitan dengan pemantauan ini adalah salah satunya adalah sulitnya akses mendapatkan data sekunder dari Dinas Sosial Kabupaten, hal ini terkendala karena kebijakan yang selama ini berlaku bahwa data by name by addres terkait program kemiskinan adalah pengecualian yang tidak termasuk sebagai informasi publik sehingga untuk mendapatkan data ini masih dilakukan melalui jalur personal, masih sulit mendorong Dinas Sosial untuk mengakui entitas Tim Pemantau Komunitas sebagai pihak yang dapat mengakses data tersebut. Selain itu adalah masih rendahnya perspektif gender khususnya OPD yang tidak termasuk dalam Tim Pemantau Kabupaten sangat berpengaruh ketika memahamkan pentingnya pemantauan berbasis gender ini. Didalam penyusunan tools pemantauan yang digunakan oleh Tim Pemantau Komunitas membutuhkan waktu untuk dipahami oleh mereka terutama memahami istilah-istilah yang masih asing terutama tools untuk FGD yang harus disusun lagi lebih rinci untuk mempermudah mereka dalam menfasilitasi diskusinya.

Sebagai penutup, kami ingin menggarisbawahi bahwa pemantauan yang dilakukan pada tahun 2017 adalah satu proses advokasi berbasis bukti yang dilakukan oleh penerima manfaat JKN KIS PBI dalam kontek ini adalah Tim Pemantau Komunitas dan menariknya adalah, ada hasil dari pemantauan yang dapat langsung ditindaklanjuti tanpa menunggu lama dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat miskin seperti adanya perbaikan data di Kartu KIS yang salah secara kolektif dan prioritas masyarakat miskin wilayah program Gender Watch untuk segera mendapatkan kartu KIS PBI atau KGS. Dan satu point yang penting juga adalah bahwa pemantauan yang dilakukan selama 2017 tidak hanya bertujuan untuk menghasilkan data, tapi juga bagian dari membangun gerakan kesadaran akan pentingnya masyarakat miskin memperoleh haknya berupa Jaminan Kesehatan oleh pemerintah. (rum).

Share:

Facebook
Twitter
Pinterest
LinkedIn

Kantor

Perumahan Rezan’na Regency No. 32

Anggaswangi, Kec. Sukodono

Kab.Sidoarjo 61258, Jawa Timur 61258

© 2014 – 2023 Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan

Bank Mandiri

KPS2K

1420005411094