Data yang menggambarkan kondisi subyeknya tak berdiri di ruang hampa. Kala subyek data tergali, konteks penyertanya pasti mengiringi. Itu yang terjadi di penggalian data PRA perspektif GEDSI. Keanekaragaman Indonesia melatarbelakangi penggalian, seperti; daerah pegunungan dan pegunungan terpencil, pesisir, wilayah rentan bencana alam dan kehutanan, pulau terpencil, desa adat, desa terpencil dan terluar, dsb. Umumnya akses jalan yang rusak, licin, curam, ancaman binatang buas, perkebunan kelapa sawit, tak berlistrik dan air bersih, perahu terbatas dan jalan tergantung cuaca, potensi banjir, rob, longsor, dsb.

Hasilnya, PRA perspektif GEDSI menemukan jumlah data lebih besar dari sumber dokumen di desa. Contohnya, 399 orang dissabilitas di 9 desa yang belum masuk data resmi, 146 kasus perkawinan anak, 745 kejadian kekerasan terhadap perempuan (termasuk anak perempuan), dsb. Tak jarang, PRA menemukan kasus tidak terungkap seperti; KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), kemiskinan ekstrem, beban kerja berlebih, tak memiliki identitas hukum, minim akses bantuan sosial, buta huruf perempuan, dan Kepala Keluarga Perempuan, dsb (sumber; presentasi hasil PRA oleh Institut KAPAL Perempuan, 2022).

Data yang digali bersama seluruh perwakilan masyarakat laksana cermin kisah nyata kehidupannya. Masyarakat penyusun terasa memiliki. Pejabat (pemerintah desa, RT dan RW serta kepala kampung) terupdate situasi anyar dan kondisi nyata lingkungan dan warganya.

Penulis merasakan antusiasme warga dalam penggalian, kala terlibat PRA di desa Sesait, Kec. Kayangan, Kab. Lombok Utara, 13 – 15 Juni 2022. PRA difasilitasi LPSDM dan Institut KAPAL Perempuan di Bale Sangkep, bruga berbentuk rumah panggung bambu dengan pelataran indah. 40 orang dari unsur desa hadir terdiri; 14 Kawil (kepala wilayah), guru, petani, bidan desa, pelaku usaha mikro, guru PAUD, buruh tani, eks buruh migran, remaja, lansia dan disabilitas runggu dan tuna wicara.

PRA dibuka Ibu Desa dan sekdes hadir sore hari. Warga memulai PRA dengan mempraktikkan alat kaji aktifitas harian untuk mendalami aktivitas istri, suami, anak perempuan, anak laki-laki di keluarga. Di sini, masyarakat mampu membedakan kegiatan produktif dan reproduktif, dan pembagian peran suami, istri, anak perempuan, anak laki-laki di keluarga. Aktivitas harian menggambarkan kegiatan 24 jam anggota keluarga yang menunjukkan beban masing-masingnya. Tingkat keadilan beban kerja setiap anggota keluarga terpotret jelas.

Informasi ini bahan masyarakat menggambar peta desa, rangking sosial ekonomi, serta memasukannya di tabulasi data. Data yang memerlukan pendalaman dilakukan dalam wawancara dan FGD (diskusi terfokus). Kini, desa pun memiliki data riil warganya yang disusun partisipatif.

Pendataan PRA ini luar biasa. Semua unsur dilibatkan. Manfaatnya menghasilkan data pilah gender secara detail, data disabilitas dan kelompok marjinal beserta kerentanan yang selama ini belum ada. Sebagian tak beridentitas hukum. Masyarakat tak memiliki identitas hukum berdampak ke penerimaan bansos. Ini bahan advokasi kami ke dinas terkait. Data akan kami gunakan sebagai perencanaan desa”, ungkap Pak Munirep, kepala desa Lenek Kalibambang, Kab. Lombok Timur, menanggapi presentasi data PRA di seminar.

(Penulis, Mh Firdaus, Dewan Panasehat KPS2K [Kelompok Perempuan dan Sumber-Sumber Kehidupan], Dewan Pengurus Institut KAPAL Perempuan).